%0 Conference Paper %A Supriyanto, Eko %B UPACARA DIES NATALIS KE-61 INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA %C Pendapa Ageng GPH. Djojokusumo Institut Seni Indonesia Surakarta %D 2025 %F eprintsOLD:7452 %K diplomasi budaya, tubuh dan trauma, inkuiri koreografis %P 1-9 %T MELAWAN GARIS KUNING, MELANTAS MEMORY OF THE WORLD %U http://repository.isi-ska.ac.id/7452/ %X Orasi ilmiah ini mengelaborasi perjalanan artistik Dr. Eko Supriyanto dalam mengembangkan praktik penciptaan tari sebagai bentuk refleksi sosial dan diplomasi budaya. Berangkat dari pengalaman personal di wilayah perbatasan Indonesia–Timor Leste, khususnya Kabupaten Belu, pidato ini menjadikan trauma pascakonflik sebagai latar penciptaan karya tari "IbuIbu Belu: Bodies of Border". Karya tersebut tidak hanya menyoroti beban psikologis perempuan akibat konflik politik, tetapi juga mengangkat nilai-nilai tradisi Likurai sebagai narasi rekonsiliasi dan agensi budaya. Pengalaman bersama masyarakat pedesaan, khususnya di Bandungrejo (Magelang), menjadi laboratorium budaya yang mempertemukan ekologi pertanian dengan praktik tari Soreng. Melalui pendekatan new dramaturgy dan inkuiri koreografis, orasi ini menegaskan pentingnya memahami seni sebagai proses investigatif, bukan sekadar produk estetika. Dengan merujuk pada narasi Panji yang telah diakui UNESCO sebagai Memory of the World, orasi ini merefleksikan bagaimana tradisi lokal dapat menjadi alat diplomasi budaya, pengobatan kolektif, dan pembangunan kepemimpinan berbasis etika. Praktik seni tari dipahami sebagai bentuk perlawanan simbolik sekaligus upaya regeneratif dalam menjaga keberlanjutan budaya dan lingkungan.