Fatimah, Mutiara Dewi (2014) SINJANG Komposisi Musik. S2 thesis, INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA.
|
Text
Deskripsi Karya Mutiara Dewi Fatimah.pdf Download (54MB) | Preview |
Abstract
Sinopsis Karya komposisi musik “Sinjang” mengangkat ide metafisik yang menjadi misteri untuk dipecahkan. Karya ini menyampaikan kebenaran bahwa perempuan tidak hanya menjadi kanca wingking dalam kehidupan sehari-hari, namun wanita memiliki peranan serta yang mendominasi dalam kehidupan. Dengan mengubah pola pemikiran “masyarakat awam” tentang penyajian gamelan Sekaten, karya ini mendobrak sisi-sisi kewanitaan yang perkasa dan maskulin. Musik “Sinjang” dalam hal ini menampilkan bentuk lain dari gamelan Sekaten dengan mengelaborasi perempuan yang anggun, dan keangkuhan yang bersemayam dalam tubuh manusia. Karya ini diolah dengan pertimbangan yang dipadukan dengan warna, serta emosi dalam komposisi instrumen musik. Karya seni musik “Sinjang” mengajak perempuan untuk memenangkan pertempuran dalam diri. Mengajak mereka berjalan. Berlari menuju kemenangan sejati yang telah disepakati oleh semua lembaga kebenaran. Musik “Sinjang” mengajak wanita menjadi manusia seutuhnya, maskulin, anggun, dan perkasa. Musik “Sinjang” memaparkan kemenangan sejati perempuan dalam mengarungi kehidupan di dunia; dimana perempuan diposisikan menjadi seorang manusia yang unggul, lemah lembut, penuh tanggung jawab dan memiliki keberanian dalam menjawab tantangan zaman tanpa mengubah hakikatnya menjadi seorang perempuan yang seutuhnya. Sinjang beserta kelengkapannya merupakan salah satu jenis busana yang dipakai oleh kalangan perempuan Jawa, khususnya di lingkungan budaya Yogyakarta dan Surakarta. Peran serta sinjang dalam kehidupan “wanita Jawa” erat hubungannya dengan perlindungan, pengorbanan, dan kasih sayang. Hal tersebut terilhami dari proses daur hidup yang hanya dialami oleh wanita, yaitu melahirkan. Pengorbanan yang begitu besar dengan bertaruhkan nyawa demi buah kasih sayangnya. Buah hati adalah segalanya bagi sang ibu, ia rela mengorbankan apapun. Sinjang sebagai perlambang kelahiran kasih sayang secara nyata digambarkan oleh pencipta dengan mengolah gamelan Sekaten dengan style baru. Seorang wanita yang lembut dan penuh kasih sayang dapat berubah menjadi singa liar ketika anaknya terancam dan/atau disakiti. Hal tersebut sama halnya dengan sinjang yang dapat dijadikan sebagai pelindung yang hangat dan penuh kasih sayang saat digunakan untuk membedong bayi, tetapi juga bersamaan membatasi kebebasan gerak dari bayi. Berikut sinjang simbolis dari kasih sayang sebagai dramatikal musik baru. Sinjang mempunyai fungsi praktis, estetis, religius, sosial dan simbolik. Kekuatan dari sinjang yang dijadikan peningset saat seorang perempuan sudah dewasa dan hendak menikah. Kekuatan yang begitu luar biasa dari sinjang yang digunakan sebagai peningset membuat soerang perempuan begitu terbatas dalam pergaulan. Seorang wanita yang sudah disiseti tidak boleh memalingkan hatinya pada laki-laki lain. Sinjang sebagai simbol kekuatan cinta yang mengikat insan yang sudah memantapkan diri untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Meskipun menjadi terbatas, hal ini bukan keterbatasan dalam arti yang negatif. Batas disini bertujuan untuk menjaga kepercayaan dan wujud tanggung jawab seorang perempuan yang berani menerima pinangan dari seorang laki-laki. Peningset merupakan langkah awal untuk menyatukan cinta dalam ikatan dan janji suci berupa pernikahan. Sinjang adalah kematian, dan kematian adalah puncak dari sebuah kehidupan yang tak dapat dielakkan. Sinjang yang digunakan untuk penutup jenazah dikenal dengan nama lurub. Kematian yang identik dengan nuansa kesedihan dan perpisahan, menginspirasi pencipta untuk mencipta karya musik minimalis dengan teknik-teknik dan penggarapan tradisi yang menyayat hati. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa kehidupan setelah mati adalah lebih abadi dari kehidupan di dunia. Kematian dapat dikatakan sebagai putusnya kasih sayang secara nyata kepada seseorang yang telah tiada. Meskipun kasih sayang dalam hati yang ditinggalkan tidak pernah hilang, namun sudah tidak bisa diberikan lagi kepada orang yang sudah tiada. Yang ditinggalkan hanya dapat mengenangnya saja, dan tidak dapat mengulangnya kembali. Kesedihan yang terbalut dalam Sinjang lurub merupakan kesedihan pengantar keabadian tersebut. Sinjang begitu nyata menyertai daur hidup manusia dengan segala rasa yang ada di dalamnya.
Type: | Thesis (S2) |
---|---|
Subject: | 1. ISI Surakarta > Penciptaan dan Pengkajian Seni |
Divisions: | Faculty of Graduate Programs > School of Master Program (S2) |
User deposit: | Pascasarjana |
Datestamp: | 14 Oct 2016 04:32 |
Last mod: | 14 Oct 2016 04:32 |
URI: | http://repository.isi-ska.ac.id/id/eprint/335 |
Actions (login required)
View item |