Santosa, Soewarlan (2019) KRONCONG JOGLO: KEHIDUPAN DAN MASYARAKAT PENGGEMARNYA. In: POTRET SENI PERTUNJUKAN KITA. ISI Press, Surakarta, pp. 109-133. ISBN 978-602-5573-30-9
|
Text
POTRET SENI Pertunjukan.pdf Download (15MB) | Preview |
Abstract
Kroncong (juga ditulis keroncong), walaupun tidak dominan dalam kehidupan seni pertunjukan di Surakarta (Solo), merupakan musik yang banyak dimainkan dan diminati di berbagai even resmi, tidak resmi, di acara seremoni lembaga-lembaga pemerintah maupun di dalam masyarakat. Di dalam even-even tersebut kroncong tampil dalam wujudnya yang sederhana dan tidak menampakkan kemewahan baik dalam bentuk visual pertunjukan, kostum, maupun nominal harga instrumennya. Namun demikian, musik kroncong, karena relatif mudah dimainkan dan difahami oleh berbagai lapisan masyarakat, telah dijadikan sebagai bagian dari cara berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan sosial dan bahkan telah menjadi penyangga bagi kehidupan sosial khususnya dalam memberikan penguatan terhadap norma-norma dan aturan-aturan yang mengikat masyarakatnya. Kehidupan musik kroncong tidak berada di ruang hampa di mana nilai pertunjukan resisten terhadap lingkungan, tetapi nilai kroncong dapat beradaptasi dengan nilai sosial untuk mendapat penguatan dan dorongan dari lingkungan. Di sinilah nilai pertunjukan mendapat enerji dari para patron seni maupun kelompok-kelompok masyarakat penggemar yang berada di lingkungan masyarakat. Proses mendapatkan input, makna, dan nilai seperti ini ditopang oleh beberapa kelompok masyarakat menengah (guru, pegawai kantor, pebisnis, pemuka agama, pimpinan perusahaan) maupun masyarakat bawah (tukang kayu, pelani, pedagang kecil, maupun buruh) yang mempunyai kecenderungan untuk mengadaptasi nilai pertunjukan tersebut. Berbagai kelompok masyarakat dapat menerima kehadiran musik ini karena elemen-elemen musiknya dapat disesuaikan dengan bermacam kepentingan dan situasi sosial. Disertai dengan semangat dan usaha berkelanjutan para pemusik dan antusias penontonnya, kroncong menjadi populer dan hidup berakar di dalam masyarakatnya. Di samping itu, kondisi masyarakat Solo yang adaptif dalam menerima konsep dan nilai baru khususnya setelah era kemerdekaan, menjadikan kota Solo sebagai tempat "menyemai" kehidupan kroncong sampai ke berbagai aspek yang bersifat mikro. Misalnya, nuansa dan gaya musik kroncong dapat dinikmati oleh para penonton yang tidak merupakan konoisur musik dan bahkan masyatakat awan sekalipun.
Type: | Book Section |
---|---|
Not controling keyword: | Keroncong, Kroncong Joglo, Patron Seni, Penonton, Konoisur |
Subject: | 1. ISI Surakarta > Etnomusikologi |
Divisions: | Faculty of Performance Arts > School of Etnomusicology |
User deposit: | UPT. Perpustakaan |
Datestamp: | 16 Jul 2019 05:03 |
Last mod: | 16 Jul 2019 05:03 |
URI: | http://repository.isi-ska.ac.id/id/eprint/3314 |
Actions (login required)
View item |