SUKON WULON DALAM TEMBANG MACAPAT: STUDI KASUS TEMBANG ASMARANDANA

Downloads

Downloads per month over past year

Suyoto, Suyoto (2016) SUKON WULON DALAM TEMBANG MACAPAT: STUDI KASUS TEMBANG ASMARANDANA. Jurnal Ketek, 16 (1). pp. 63-70. ISSN 1412-2065

[img] Text
1705 - Published Version

Download (18kB)
Official url: http://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/keteg/issue/...

Abstract

Tembang Jawa, baik tembang gedhé, tembang tengahan, maupun tembang macapat, masing-masing memiliki aturan sendiri-sendiri, baik lagu maupun teks. Bahasa tembang, dalam budaya Jawa disebut ‘basa pinathok’, artinya bahasanya sudah ditentukan formatnya, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa tembang, seperti: gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Tembang Jawa telah mengalami perubahan yang cukup signifikan, baik aturan guru gatra, guru lagu maupun guru wilangan, termasuk peng-golongan tembang. Girisa duhulu digolongkan tembang gedhé, sekarang digolongkan tembang tengahan. Gambuh dan Megatruh dahulu digolongkan tembang tengahan, sekarang digolongkan menjadi tembang macapat. Jumlah gatra dalam tembang tengahan Balabak yang dahulu terdiri dari 4 gatra, sekarang menjadi 6 gatra. Perubahan guru lagu tembang Mijil pada gatra ke dua, dahulu jatuh é, sekarang o. Tembang Macapat Asmarandana, tepatnya di gatra ke tiga jatuhnya guru lagu bisa ‘è’ bisa ‘o’. Perlu ketahui bahwa diantara tanda atau simbol bunyi vokal dalam aksara Jawa, ada salah satu simbol bunyi yang terdiri dari dua tanda menyadi satu rangkaian, yaitu taling ( ) dan tarung ( ). Tarung tidak bisa berdiri sendiri, artinya tarung tanpa taling tidak akan bisa berbunyi ‘o‘. Ketika menghendaki bunyi ‘o’ tidak bisa secara mandiri menggunakan tarung saja, maka taling tarung merupakan rangkaian tanda yang tidak dapat dipisahkan ketika menghendaki bunyi ‘o’, dan tanda taling sangat berpengaruh besar terbentuknya bunyi ‘o’. Satu-satunya sandhangan yang terdiri dari dua tanda menjadi satu rangkaian hanya taling dan tarung. Oleh karena itu sangat logis bahwa vokal ‘o’ dapat digantikan dengan vokal ‘é’. Hal ini tidak menutup kemungkinan berlaku untuk tembang lain yang memiliki permasalahan yang sama. Perkembangan selanjutnya Asmarandana digunakan untuk båwå, yaitu: Båwå Langgam Sri Uning, Cengkir wungu, Babon angrem, Jaka lola dan lain sebagainya. Asmarandana menjadi gending, yaitu: ladrang Asmarandana laras sléndro pathet manyura. Asmarandana juga digunakan untuk ada-ada sléndro nem dalam wayang klithik, untuk palaran, untuk cakepan sindhènan gendhing sekar, untuk cakepan gérongan Kata kunci: tembang, sukon wulon, dan cakepan

Type: Article
Not controling keyword: tembang, sukon wulon, cakepan
Subject: 1. ISI Surakarta > Karawitan
Divisions: Faculty of Performance Arts > School of Karawitan
User deposit: UPT. Perpustakaan
Datestamp: 05 Jan 2018 07:16
Last mod: 05 Jan 2018 07:16
URI: http://repository.isi-ska.ac.id/id/eprint/1892

Actions (login required)

View item View item