Soedharsono, Manteb and Nugroho, Sugeng and Murtiyoso, Bambang (2015) KI MANTEB SOEDHARSONO PEMIKIRAN DAN KARYA PEDALANGANNYA. ISI Press, Surakarta. ISBN 978-602-8755-99-3
|
Text
KI MANTEB SOEDHARSONO.pdf Download (12MB) | Preview |
Abstract
Nama Ki Manteb Soedharsono telah melekat dalam balutan dinamika jagat pedalangan Indonesia hingga sekarang. Bahkan sosok Ki Manteb terbukti menjadi salah satu dalang yang mampu menyulam masa silam dan merajut masa depan kehidupan wayang Indonesia. Eksistensi ini dibarengi dengan usaha Ki Manteb menghadirkan gelaran wayang kreatif-inovatif dalam bingkai estetika baru, sehingga jatidiri pakelirannya responsif dan adaftif terhadap fenomena perubahan zaman. Dalam alur historis jagat pedalangan Indonesia, Ki Manteb Soedharsono pantas didudukkan sebagai tokoh pembaharu. Di sini, Ki Manteb dikatakan sebagai dalang kondang yang berhasil membuat fenomena baru dengan mengeksploitasi gerak wayang. Tradisi pedalangan yang semula sangat fenomenal di bidang catur, telah diubah dengan bidang sabet wayang. Semenjak munculnya Ki Manteb, fenomena sabet menggejala di kalangan dalang-dalang muda yang menggantikan trend catur wayang. Karena piawai dalam bidang sabet wayang, Ki Manteb mendapatkan gelar “dalan gsetan” dari tokoh sesepuh pewayangan dan mantan Menteri Penerangan RI, Boedihardjo. Corak estetika baru pada pakeliran Ki Manteb Soedharsono juga ditunjukkan pada garapan lakon, catur, sulukan, dan gending. Pada garap lakon, Ki Manteb mengacu pada garapan ‘pakeliran padat’ hasil kreativitas dari ASKI Surakarta, dengan kecenderungan menghadirkan adegan-adegan yang secara signifikan membentuk alur lakon, sehingga tidak terjadi pengulangan dan penampilan adegan yang tidak penting. Pada sajian catur, yang meliputi janturan, pocapan, dan ginem, Ki Manteb memiliki kecenderungan mengubah bahasa klise dalam janturan dan pocapan dengan cara mengadakan penambahan dan penggantian wacana janturan dan pocapan. Dalam sajian ginem wayang, ia memiliki kecenderungan menampilkan dialog tokoh secara proporsional menyesuaikan persoalan yang dibahas. Selain pengaruh ‘pakeliran padat’, Ki Manteb mengaku banyak dipengaruhi Ki Nartasabda, terutama dalam dramatisasi ginem wayang. Dalam hal gending, Ki Manteb mengadakan inovasi dengan cara menata gending sendiri atau merekrut seorang penyusun gending dalam setiap pergelaran wayang. Ki Manteb juga menggunakan berbagai peralatan musik non-gamelan, seperti: rebana, klarinet, bas-drum, terompet, snardram, symbal, dan organ. Peralatan ini digunakan untuk membuat aransemen lagu selingan dan memberikan efek tertentu pada gerak wayang. Gejala estetik seperti ini disambut para dalang lain sebagai kiat untuk menjawab pangsa pasar, sehingga instrumen non gamelan menggejala di setiap pementasan dalang di berbagai daerah. Ki Manteb memberikan tawaran baru dalam hal sulukan wayang dengan menyajikan sulukan wayang dari tradisi pedalangan keraton dicampur gaya sulukan dari pedalangan lain, seperti sulukan Banyumasan, Yogyakarta, Kedu, Jawa-timuran, dan gaya pedesaan.
Type: | Book |
---|---|
Not controling keyword: | Ki Manteb Soedarsono, pemikiran dan karya, pedalangan, dalang, wayang |
Subject: | 1. ISI Surakarta > Pedalangan |
Divisions: | Faculty of Performance Arts > School of Pedalangan |
User deposit: | UPT. Perpustakaan |
Datestamp: | 06 Sep 2017 08:08 |
Last mod: | 06 Sep 2017 08:15 |
URI: | http://repository.isi-ska.ac.id/id/eprint/1538 |
Actions (login required)
View item |